JO memberi les maen saham (d/h Komunitas Sayank Saham; d/h Saham Bumi: saham Bakrie sejuta umat)

September 24, 2013

bakrie’s GAME (8) (24 September 2013)

Filed under: Terkait BUMI&GRUP — Tag:, — bumi2009fans @ 1:19 am

Para kreditur PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) mengatakan bahwa mereka
akan melanjutkan prodesur hukum untuk mendapatkan hasil terbaik dari kasus ini,
berkenaan dengan keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang telah menolak
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap
perusahaan tersebut hari ini. (sindo/dk)
 

Akhirnya nilai akuisisi MNC Land (KPIG) terhadap PT Bali Nirwana Resort, entitas Bakrieland Development (ELTY) diketahui Rp 1,71 triliun, target pendapatan pun diproyeksikan naik minimal 10%. Corporate Secretary MNC Land menyatakan, akuisisi sudah memasuki tahap final, dan sedang menunggu persetujuan dari pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang akan digelar hari ini (19 September). Dana yang digunakan untuk akuisisi sebagian besar berasal dari hasil penawaran umum terbatas (rights issue) pada April 2013. (Bisnis Indonesia)

Sumber : IPS RESEARCH
Selain Bank of New York, Ini Dia Pemberi Utang Bakrieland
Dewi Rachmat Kusuma – detikfinance
Selasa, 17/09/2013 18:49 WIB

Jakarta – Pihak Bank of New York Mellon selaku penggugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atas obligasi yang dikeluarkan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) menampik jika permohonan PKPU yang dilayangkan tidak sesuai prosedural resmi. Artinya, tidak mencantumkan nama-nama kreditur pemegang obligasi.

Kuasa Hukum The Bank of New York Mellon Hafzan Taher menyebutkan, adalah fakta yang tak terbantahkan lagi bahwa di samping Bank of New York, Bakrieland juga memiliki kreditur-kreditur lain.

“Kreditur-kreditur itu antara lain PT Bank International Indonesia Tbk, PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Bank Sinarmas Tbk, PT AB Sinar Mas Multifinance, dan Starlights Ltd,” kata Hafzan dalam berkas PKPU seperti yang dikutip detikFinance, Selasa (17/9/2013).

Berdasarkan uraian tersebut, maka terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa syarat Bank of New York dimana Bakrieland mempunyai lebih dari 1 kreditur telah terpenuhi.

Seluruh syarat-syarat untuk mengajukan permohonan PKPU telah dibuktikan secara sederhana. Oleh karenanya, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepailitan, Pengadilan Niaga wajib menjatuhkan PKPU dalam kurun waktu 20 hari sejak permohonan PKPU ini didaftarkan.

“Oleh karena iu kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk mengabulkan permohonan PKPU ini,” ujar dia.

Kuasa hukum Bakrieland yang diwakili Aji Wijaya telah meminta kepada pihak penggugat untuk membuktikan kebenarannya soal kreditur. Hal ini merupakan jurus perseroan. Jika mereka benar-benar pemegang obligasi maka akan ada kejelasan status penggugat.

“Kita minta mereka buktikan di sidang kalau mereka bilang mereka kreditur, selama ini tidak pernah bilang di persidangan kalau mereka kreditur. Harusnya dibuktikan, ini kan harus jelas,” kata Aji.
(drk/dru)
Bakrieland Ingin Tunda Pembayaran Utang, Krediturnya Ogah
Dewi Rachmat Kusuma – detikfinance
Senin, 16/09/2013 17:44 WIB

Jakarta – PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) sudah meminta perpanjangan 60 hari untuk bayar utang obligasi anak usahanya, BLD Investment Pte Ltd, senilai US$ 155 juta (Rp 1,5 triliun). Namun, Bank of New York Mellon selaku kreditur menolak rencana ini.

“Mereka minta sekarang, saya minta 60 hari pembayaran sebagian utang tapi mereka nggak mau,” kata Direktur Utama ELTY Ambono Janurianto dalam media briefing terkait proses hukum PKPU di Hotel Aston Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Senin (16/9/2013).

Anak usaha Grup Bakrie itu sekarang masih menunggu keputusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat soal gugatan Permohonan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dilayangkan Bank of New York Mellon melalui cabangnya di London, Inggris.

Bakrieland berharap, keputusan yang akan keluar pada 23 September 2013 mendatang akan berpihak padanya. “Keputusan 23 September Senin depan. Kita sih berharap permohonan kita dikabulkan untuk minta diperpanjang pembayaran utangnya,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini para kreditur tetap ngotot untuk meminta pembayaran utang obligasi dipercepat. Utang obligasi ini senilai US$ 155 juta yang akan jatuh tempo pada 2015. Nah, pihak kreditur ingin pembayaran utang Bakrieland ini dipercepat.

Bakrieland masih terus memperjuangkan hak kelonggaran pembayaran utang meskipun negosiasi dengan para kreditur saat ini sudah tidak terjalin lagi.

“Sekarang sih sudah nggak pernah ada pembicaraan lagi dengan mereka. Tapi kita masih berharap keputusannya bisa berpihak kepada kami, mereka memang punya hak untuk PKPU, kami juga punya hak untuk ini,” katanya.

Perusahaan properti Grup Bakrie ini juga sudah berencana menawarkan aset berupa tanah di kawasan Sentul Nirwana, Bogor, seluas 600 hektar untuk pembayaran utang obligasinya itu. Pasalnya, Bakrieland mengaku tak sanggup melunasi utangnya sekaligus.

(ang/dnl)
Terlilit Utang, Perusahaan Properti Bakrie Jual Banyak Aset
Dewi Rachmat Kusuma – detikfinance
Senin, 16/09/2013 19:02 WIB

Jakarta – Manajemen PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) saat ini tengah fokus untuk bisa melunasi utang-utangnya. Beberapa aset perseroan telah dijual untuk menutupi utang tersebut.

“Kita memang betul-betul akan melakukan divestasi untuk mengurangi utang-utang. Kita menjual beberapa aset,” kata Direktur Utama Bakrieland Ambono Janurianto dalam media briefing dengan manajemen ELTY terkait proses hukum PKPU di Hotel Aston Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Senin (16/9/2013).

Ambono menyebutkan, beberapa aset yang telah dijual menurut pengakuan Ambono yaitu Bakrie Toll Road dan lahan di Sentul Nirwana, Bogor.

“Kita sudah jual aset untuk bayar utang seperti jalan tol dan partisipasi kita di Sentul Nirwana dan memang awalnya hasil penjualan itulah yang akan dialokasikan tapi ada beberapa hal sehingga tidak bisa, sehingga kita lakukan modifikasi dari kesepakatan kita,” kata dia.

Dia merinci, pihaknya telah menjual ruas tol seharga Rp 2,1 triliun. Penjualan tol tersebut sebagian besar uangnya digunakan untuk membayar utang di jalan tol itu sendiri dan utang sindikasi senilai Rp 1,3 triliun.

“Utang bukan hanya di level operation tapi di induknya. Ada juga utang kepada kontraktor dan supplier, dipakai juga untuk utang-utang yang kecil-kecil dan sisanya untuk settlement,” kata dia.

Dia menambahkan, tidak menutup kemungkinan pihaknya juga akan menjual aset-aset lain untuk membayar utang.

“Misalkan kepemilikan di Sentul Nirwana yang sebagian besar profitnya untuk itu untuk bayar utang. Aset-aset kita juga seperti lahan-lahan masih cukup prospektif, landbank ada lebih dari 2.000 hektar, itu nilainya bagus,” ujarnya.

Bakrieland saat ini tengah terlilit pelunasan utang US$ 155 juta (Rp 1,5 triliun). Utang berupa obligasi dari anak usahanya yaitu BLD Investment Pte Ltd ini tengah dituntut untuk dibayar oleh krediturnya. Bakrieland meminta perpanjangan 60 hari untuk pembayaran utang-tersebut. Namun, Bank of New York Mellon selaku kreditur menolak rencana ini.

Mau tahu aset-aset apa saja yang sudah dijual Bakrieland? Ini daftarnya.

(drk/dnl)
Kepemilikan BUMI di BRMS tersisa 26,90%
Oleh Yuwono Triatmodjo – Sabtu, 14 September 2013 | 07:00 WIB

kontan

JAKARTA. Kepemilikan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) atas saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) kembali berubah. Data terakhir, per 10 September 2013 yang direkam biro administrasi efek PT Sinartama Gunita menyebutkan, BUMI hanya memiliki 26,90% saham BRMS. Sementara pemegang saham lain adalah PT Arthatama Duta Lestari (6,14%), PT DMS Investama (8,19%), sisanya masyarakat dengan kepemilikan di bawah 5% (58,77%).

Dalam laporan Sinartama 26 Agustus lalu, BUMI masih menguasai 37,52% saham BRMS. Sementara, kepemilikan PT Arthatama Duta Lestari dan PT DMS Investama relatif sama. Kondisi ini amat timpang jika merujuk pada laporan keuangan BRMS di kuartal I-2013. Saat itu, BUMI tercatat memiliki saham 87,09% saham BRMS.

Manajemen BUMI dalam laporan keuangan akhir tahun 2012 lalu pernah menyebutkan, peralihan saham BRMS yang terjadi hanya sementara. Kala itu, manajemen BUMI menjelaskan, peralihan yang terjadi akibat perjanjian peminjaman saham antara BUMI, PT Long Haul Indonesia dan beberapa pihak lain yang dilakukan tahun 2012.
Energi Mega Persada Habiskan Biaya Eksplorasi US$2,52 Juta
Herdiyan – Kamis, 12 September 2013, 04:35 WIB

Bisnis.com, JAKARTA—PT Energi Mega Persaga Tbk (ENRG) telah menghabiskan biaya eksplorasi senilai US$2,52 juta hingga Agustus 2013.

Dalam keterbukaan informasi kepada otoritas bursa, perseroan melakukan tajak sumur seng-2 pada 17 Agustus 2013 dengan mengebor lubang ukuran 8,5 inchi dari permukaan tanah ke kedalaman 587 ft di Blok Bentu PSC, Riau.

Setelah itu, pihaknya melakukan pelebaran lubang menjadi 17,5 inchi, kemudian memasang dan menyemen casing ukuran 13,6 inchi.

Selanjutnya, mengebor tulang ukuran 12,5 inchi hingga kedalaman 830 ft serta memasang dan menyemen casing ukuran 9 5/8 inchi.

“Mengebor lubang ukuran 8,5 inchi dari kedalaman 830 ft hingga kedalaman 1.949 ft dan melakukan electric logging job,” ujar manajemen dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Rabu (11/9/2013).

Editor : Sutarno
Beberapa waktu lalu, BLD Investment Pte Ltd menerbitkan Equity Linked Bonds senilai
155 juta dolar AS dengan suku bunga 8,625 persen per tahun. Obligasi yang akan
jatuh tempo pada 23 Maret 2015 ini dijamin induk usaha BLD Investment Pte Ltd, yaitu
PT Bakrie Development Tbk (ELTY). Namanya juga penjamin (guarantor), artinya ELTY
wajib bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi atas obligasi ini, tak terkecuali urusan pailit.

Mengacu pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (9/9/2013),
Bank of New York cabang London selaku trustee bagi pemegang obligasi yang diterbitkan
BLD Investment Pte Ltd mengajukan gugatan pailit kepada ELTY. Pengajuan pailit
disampaikan melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal
2 September lalu.(tribunnews/az)
Ada Pengajuan PKPU, BEI Suspensi Efek ELTY

Oleh: Agustina Melani
pasarmodal – Selasa, 10 September 2013 | 09:41 WIB

INILAH.COM, Jakarta – Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek (suspensi) PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) di seluruh pasar mulai sesi pertama perdagangan saham Selasa (10/9/2013).

Hal itu disampaikan Ph. Kepala Divisi Penilaian Perusahaan Sektor Jasa Eddy Nurcahyo dan Ph.Kepala Divisi Perdagangan Saham Rina Hadriyani dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa pekan ini. Suspensi itu dilakukan terkait pengumuman perusahaan mengenai adanya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Perseroan.

Oleh karena itu, untuk menghindari perdagangan yang tidak wajar atas saham Perseroan, BEI memutuskan untuk melakukan suspensi terhadap efek ELTY. Bursa sedang meminta penjelasan lebih lanjut kepada Perseroan. Selain itu, BEI meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh PT Bakrieland Development Tbk.

Sebelumnya, ada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh The Bank of New York Mellon cabang London terhadap perseroan. Pemohon adalah trustee bagi para pemegang obligasi berdasarkan perjanjian trust pada 23 Maret 2010. Adapun penundaan PKPU yang diajukan itu untuk penerbitan equity linked bond senilai US$155 juta dengan suku bunga 8,625% yang akan jatuh tempo pada 23 Maret 2015.
JAKARTA—PT Bakrieland Development Realty Tbk (ELTY), perusahaan properti milik grup Bakrie menyatakan akan menunda pembayaran bunga obligasi setelah para pemegang obligasi mengajukan exercise put option (percepatan pembayaran).

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (9/9/2013), diketahui The Bank of New York Mellon cabang London, selaku bank trustee (perwakilan pembayaran), mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)  pada Bakrieland melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 September 2013.

Adapun bank tersebut ditetapkan menjadi trustee bagi para pemegang obligasi berdasarkan perjanjian trust pada 23 Maret 2010, yang juga memutuskan Bakrieland bertindak menjadi penjamin atas pembayaran obligasi. Sementara BLD Investment Pte Ltd, yang merupakan entitas Bakrieland, bertindak selaku penerbit obligasi.

Seperti diketahui, perjanjian trust tersebut sebagai dasar penerbitan equity-linked bonds atau obligasi berbasis ekuiti senilai US$155 juta dengan suku bunga sebesar 8,625% yang akan jatuh tempo pada 23 Maret 2015.

Menurut perseroan, permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan kewajiban jatuh tempo yang dipercepat. Hal itu karena pemegang obligasi menginginkan agar pembayaran dilakukan lebih awal, yaitu pada 23 Maret 2013.

Sementara itu, pemegang obligasi memiliki hak konversi untuk menukarkan obligasi yang dimilikinya dengan saham perseroan. Konversi dapat dilakukan pemegang obligasi pada atau setelah hari ke-41 setelah tanggal penutupan hingga 7 hari sebelum jatuh tempo obligasi.

Namun, perseroan memiliki hak melunasi jumlah obligasi yang akan dikonversi dengan uang tunai, apabila perseroan tidak memiliki jumlah saham yang cukup untuk dikonversi atau tidak dapat menerbitkan saham yang diperlukan untuk melaksanakan hak konversi.

Lebih lanjut, ini bukan pertama kalinya perseroan menunda pembayaran obligasi. Sebelumnya Bakerieland juga menunda pembayaran obligasi I seri B 2008 yang jatuh tempo 11 Maret 2013.

Saat itu pihak perseroan menuturkan, keterlambatan itu disebabkan program divestasi yang sedang diupayakan perseroan belum dapat diselesaikan sesuai perkiraan semula.

http://bisnis.com/lagi-bakrieland-tunda-pembayaran-obligasi

Sumber : BISNIS.COM
Kisruh obligasi ELTY sampai di pengadilan
Oleh Avanty Nurdiana – Selasa, 10 September 2013 | 06:54 WIB

kontan

JAKARTA. Gara-gara soal utang, PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) harus berurusan dengan pengadilan. Emiten Grup Bakrie ini mendapatkan gugatan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Permohonan tersebut datang dari The Bank Of New York Mellon cabang London.
PKPU tersebut, menurut Kurniawati Budiman, Sekretaris Perusahaan ELTY, telah diajukan melalui Pengadilan Jakarta Pusat, 2 September 2013. PKPU tersebut terkait utang obligasi ELTY senilai US$ 155 juta yang terbit pada 23 Maret 2010. “Pemegang obligasi menginginkan obligasi yang dipegang mendapatkan pembayaran lebih awal (exercise put option),” ujarnya di keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (9/9).
Sejatinya, obligasi bertajuk equity linked bonds senilai US$ 155 juta dan memberi bunga 8,62% per tahun itu, baru akan jatuh tempo pada 23 Maret 2015. Tapi, ELTY mempunyai pilihan untuk mempercepat pelunasan obligasi (put option) sebelum jatuh tempo.
Penerbit obligasi tersebut adalah anak usaha ELTY, BLD Investment Pte. Ltd. ELTY bertindak sebagai penjamin atas obligasi tersebut.
Sebelumnya, manajemen mengaku telah membentuk co-ordinating committee untuk membahas rencana restrukturisasi obligasi tersebut. Dalam proses restrukturisasi tersebut manajemen ELTY, menawarkan perpanjangan utang tiga tahun, dihitung dari saat kreditur mengajukan put option. Jika disetujui, jatuh tempo utang ini menjadi Maret 2016.
Besaran kupon equity linked bond juga dinaikkan sedikit di atas 8,62% per tahun. Bakrieland juga akan menawarkan perubahan bentuk obligasi, dari yang semula tak memiliki jaminan (unsecured loan), menjadi secured loan (atas jaminan).
Ambono Janurianto, Presiden Direktur Bakrieland sebelumnya sangat optimistis, tawaran tersebut bisa membuahkan hasil yang cukup manis.
Namun, ternyata belum juga membuahkan hasil. “Upaya pembahasan restrukturisasi belum berhasil mendapatkan kesepakatan hingga akhir bulan Agustus 2013,” ujar Kurniawati. Namun, dia menegaskan, perusahaan ini sedang membahas intensif dengan co-ordinating committee dalam menyelesaikan permohonan PKPU ini.
Ambono juga pernah mengatakan, jika negosiasi tersebut tidak menemui kata sepakat maka ELTY akan memulai dari awal dan mencicil kewajibannya tersebut. Kreditur yang mengajukan put option mencapai 97,4% dari total obligasi setara US$ 151 juta.
Energi Mega Jual Gas ke Tuah Sekata US$4,7 per MMBtu
Vega Aulia Pradipta – Kamis, 22 Agustus 2013, 15:05 WIB

Bisnis.com, JAKARTA—PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melalui anak usaha, EMP Bentu Limited telah menandatangani perjanjian jual beli gas dengan Perusahaan Daerah Tuah Sekata terkait penjualan gas dari Blok Bentu seharga US$4,7 per MMBtu.

EMP Bentu Limited adalah anak usaha yang dimiliki 100% oleh Energi Mega Persada, yang sekaligus bertindak sebagai operator di blok yang berada di Riau tersebut.

Perjanjian tersebut berlaku selama 8 tahun sampai dengan Mei 2021. Dalam perjanjian tersebut juga diatur mengenai kenaikan harga jual gas sebesar 3% setiap dua tahun.

Volume produksi gas yang dijual adalah sebesar 3 juta kaki kubik gas per hari (MMscfd), sedangkan total kontraknya adalah hingga sebesar 8,1 miliar kaki kubik gas.

Direktur Utama Energi Mega Persada Imam Agustino mengatakan SKK Migas sudah menyetujui penjualan gas dari Blok Bentu kepada Perusda Tuah Sekata, yang merupakan BUMD di Kabupaten Pelalawan, Riau.

“Ini menunjukan komitmen yang kuat dari SKK Migas dan EMP Bentu Limited terhadap pengembangan komunitas setempat di Kabupaten Pelalawan,” ujar Imam seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (22/8/2013).

Sepanjang tahun lalu, Blok Bentu memproduksikan gas sebesar 16 MMscfd. Pada semester I/2013, produksi gas meningkat menjadi 28 MMscfd dan diharapkan terus meningkat menjelang akhir tahun ini.

Editor : Ismail Fahmi
Revitalisasi sukses, BTEL cetak laba Rp 101 miliar
Oleh Asnil Bambani Amri – Rabu, 31 Juli 2013 | 16:47 WIB | Sumber Tribunnews

kontan

JAKARTA. Angin segar bagi PT Bakrie Telecom, Tbk (BTEL). Kinerja perusahaan grup Bakrie ini mulai membaik setelah perseroan membukukan laba usaha hingga Rp 101 miliar di semester 1 2013. Kinerja ini cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yang merugi sebanyak Rp. 287 miliar.
Sementara itu, beban usaha menunjukkan penurunan sebanyak 28% dari Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1 triliun di semester 1 tahun 2013. Hal tersebut berimbas positif terhadap peningkatan EBITDA, dari Rp 442 miliar di periode yang sama tahun 2012 menjadi Rp 531 miliar atau naik 20% .
Akan tetapi, karena rugi selisih kurs, beban keuangan dan depresiasi menyebabkan rugi bersih perseroan menjadi Rp 293 miliar. Rugi ini jauh lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 750 miliar.
Menurut Direktur Keuangan BTEL, Bachder Bachtarudin dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu (31/7), kinerja BTEL membaik sejalan dengan revitalisasi yang dilakukan BTEL.
“Upaya revitalisasi bisnis dan efisiensi yang kami lakukan berjalan sesuai harapan, kami dapat mempertahankan level pendapatan dan bersamaan dengan menurunnya beban usaha perseroan, sehingga tercapai peningkatan EBITDA yang lebih tinggi pada semester ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” ujarnya
Dari awal tahun hingga semester 1 tahun 2013, perseroan melakukan berbagai terobosan dalam hal layanan maupun produk, antara lain dengan meluncurkan kampanye dengan muatan lokal : MBOIS untuk daerah Surabaya dan Malang, kampanye Bulan Data Esia untuk mendongkrak jumlah pelanggan data serta peluncuran produk bagi pelanggan voice, pesan singkat maupun data, yakni antara lain MOVI C11, Maxtouch 5.3, Airflash Alcatel One Touch. (Hendra Gunawan/Tribunnews)
Parah, Laba Bakrie & Brothers Nyaris Turun 100%
Rabu, 31 Juli 2013 11:02 wib
Rizkie Fauzian – Okezone

JAKARTA – PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) mencatatkan penurunan laba bersih semester pertama 2013 sebesar 96,0 persen menjadi Rp8,36 miliar dari periode sebelumnya di 2012 yang sebesar Rp214,35 miliar.

Penurunan laba bersih tersebut seiring menurunnya pendapatan selama semester pertama 2013 sebesar Rp1,95 triliun, turun dari perolehan semester pertama 2012 yang mencapai Rp11,39 triliun.

“Memang turun jika dibandingkan dengan perolehan pendapatan semester pertama 2012. Ini disebabkan dekonsolidasi atas anak usaha kami, yakni Bakrie Petroleum International Pte Ltd dan entitas anak,” ujar Direktur Utama Bakrie and Brothers Bobby Gafur, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/7/2013).

Adapun perolehan laba perseroan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk menjadi Rp4,86 miliar pada semester pertama 2013 dibandingkan perolehan sebelumnya di 2012 yang sebesar Rp61,23 miliar.

Selain itu, perseroan juga menurunkan porsi utang pada semester pertama 2013. Beban bunga dan keuangan perseroan turun hingga 78 persen atau Rp603 miliar dari Rp775,79 miliar pada semester pertama 2012 menjadi Rp172,78 miliar pada akhir semester pertama 2013.

“Kami berhasil menekan beban-beban secara signifikan, selain kinerja unit-unit usaha manufaktur yang makin cemerlang dan menjadi kontributor utama bagi pendapatan perseroan,” jelasnya.

Sementara itu, anak usaha BNBR, PT Bakrie Building Industries (PT BBI), selama semester pertama 2013 membukukan pendapatan (revenue) sebesar Rp380,73 miliar, meningkat 23 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp308,82 miliar.

Laba bersih sebesar Rp45,82 miliar, naik sebesar 73 persen jika dibandingkan perolehan laba bersih periode yang sama pada 2012 yang mencapai Rp26,48 miliar. “Perolehan laba bersih PT BBI ini bahkan sudah melampaui bujet,” katanya. (wdi)
Lagi, MNC Ambil Alih Aset Bakrie
Senin, 29 Juli 2013 | 20:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Grup Bakrie terus melepas aset-asetnya kepada perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo. Kali ini, PT MNC Land Tbk mengambil alih 19,90 persen saham PT Bali Nirwana Resort dari Sugilite Company Tbk dan PT Bakrie Nirwana Semesta.

Dalam keterbukaan informasi, Senin (29/7/2013) disebutkan bahwa penandatanganan akta jual beli saham telah dilaksanakan pada pekan lalu, tepatnya hari Kamis (25/7/2013). Namun demikian, manajemen MNC Land tidak menyebutkan nilai akuisisi itu.

Terkait dengan pembelian aset milik Grup Bakrie, sebelumnya MNC Land menyatakan bakal mengambil alih utang PT Bakrieland Development Tbk seiring dengan penjualan aset Bakrieland berupa Lido Resort dan lima ruas jalan tol ke Grup MNC.

Chief Corporate Affairs PT Bakrieland Development Yudy Rizard Hakim sebelumnya menjelaskan, penjualan Lido Resort di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merupakan satu kesatuan dengan penjualan saham PT Bakrie Toll Road, anak usaha Bakrieland yang memiliki konsesi atas lima ruas jalan tol.

”Kalau melihat penjualan Lido Resort, harus sepaket dengan jalan tol. Tidak berdiri sendiri. Tujuan penjualan itu adalah untuk mengurangi beban utang perusahaan,” katanya beberapa waktu lalu.
Utang BRMS Tersisa US$336 Juta

Oleh: SenoTri Sulistiyono
pasarmodal – Jumat, 28 Juni 2013 | 15:10 WIB

INILAH.COM, Jakarta – PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) menyatakan pada Juni 2013, telah membayar sebagian utangnya sebesar US$100 juta dari total keseluruhan utang sebesar US$436,41 juta.

Setelah membayar sebagian utannya, maka perseroan masih memiliki utang sebesar US$336 juta. Namun, sisa utang tersebut belum dibayarkan perseroan kepada kreditur.

“Memang belum ada transaksi apapun, karena kami mendapat extension hingga September nanti,” kata Investor Relatin BRMS, Herwin Hidayat seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta, Jumat (28/6/2013).

Komut PT Bumi Resources Mineral Tbk, Ari Hudaya mengatakan, utang sebesar US$336 juta diperoleh dari Credit Suisse. Perseroan juga dikabarkan, meminta pihak kreditur untuk mempanjang waktu pembayaran utang atau perseroan melakukan langkah refinancing. [hid]
Nilai Penjualan 10% Blok Masela Capai US$313 Juta
Vega Aulia Pradipta – Jumat, 28 Juni 2013, 19:36 WIB

BISNIS.COM, JAKARTA—PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) melalui anak usaha PT EMP Energi Indonesia telah menyelesaikan penjualan 10% kepemilikannya (participating interest/PI) di Blok Masela yang nilainya mencapai US$313 juta.

Perseroan mendivestasikan aset tersebut kepada INPEX Masela Ltd dan Shell Upstream Overseas Services (I) Limited. Berdasarkan catatan Bisnis, angka tersebut sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar US$290 juta atau sekitar Rp2,8 triliun.

Herwin Hidayat, Chief Investor Relations Energi Mega Persada menyatakan harga penjualan aset tersebut merefleksikan nilai pasar dari proyek LNG di Lapangan Abadi, yang berada di blok migas tersebut.

“Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, kami akan menggunakan dana hasil penjualan aset itu untuk melunasi fasilitas pinjaman sebesar US$200 juta dari Credit Suisse, sehingga akan menurunkan beban keuangan perusahaan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (28/6/2013).

Selain itu, dana hasil penjualan aset itu juga akan digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja dan belanja modal untuk meningkatkan produksi dari aset-aset yang sudah ada.

Direktur Utama Energi Mega Persada Imam P. Agustino sebelumnya mengatakan memang Blok Masela jika dilihat dari sisi cadangan dan kualitas, itu sangat baik. Namun, karena masih eksplorasi, perseroan juga harus mengeluarkan dana untuk keperluan itu.

“Tapi ini proyek long term, masih eksplorasi. Kebijakan perseroan saat ini fokus pada developing asset dan aset-aset yang sudah berproduksi saja,” jelas Imam.

Adapun, pasca divestasi aset ini, perseroan masih memiliki 215 juta barrel ekuivalen cadangan 2P (dari sebelumnya sebesar lebih dari 500 juta barrel ekuivalen cadangan 2P). Angka itu masih merepresentasikan rata-rata umur produksi migas yang menarik, yaitu lebih dari 15 tahun.

Energi Mega Persada memproduksikan 48.500 barel ekuivalen minyak per harinya sepanjang kuartal pertama tahun ini. Produksi terakhir tertanggal 26 Juni 2013 adalah sebesar 56.340 barel ekuivalen minyak per hari. Saat ini perseroan mengoperasikan total 11 blok minyak, gas, dan gas metana batu bara di wilayah Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.

Editor : Sepudin Zuhri
SELASA, 25 JUNI 2013 | 18:34 WIB
Lepas Blok Masela, Bakrie Untung Dua Kali Lipat

TEMPO.CO, Jakarta – Salah satu unit usaha Grup Bakrie yang bergerak di sektor minyak dan gas, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) bakal memfinalisasi divestasi saham di Blok Masela sebesar 10 persen dalam waktu dekat. Nilai divestasi diperkirakan melonjak hingga lebih dari dua kali lipat ketimbang harga pembelian pada akhir 2010 lalu.

“Nilai divestasi Masela bisa lebih dari US$ 200 juta,” ujar Direktur Keuangan Energi Mega Didit A Ratam yang dijumpai usai Rapat Umum Pemegang Saham perseroan di Hotel Dharmawangsa, Selasa, 25 Juni 2013.

Menurut Didik, valuasi pasti nilai divestasi blok yang memiliki kandungan gas hingga sebesar 13 triliun kaki kubik (TCF) ini baru bisa ditentukan pada saat penekenan divestasi yang kemungkinan berlangsung di akhir bulan ini atau awal bulan depan.

Ia menegaskan, langkah divestasi ini merupakan salah satu strategi perusahaan untuk fokus pada ladang-ladang migas yang sudah masuk tahap pengembangan atau produksi saja. Tidak seperti Blok Masela, yang masih dalam tahap eksplorasi.

Selain itu, dana dari hasil divestasi juga akan digunakan perseroan untuk melunasi utang mereka kepada Credit Suisse yang senilai US$ 228,36 juta yang jatuh tempo pada tahun ini.

Direktur Utama Energi Mega Persada Imam P Agustino menambahkan, dari sisi cadangan jelas investasi di blok gas dengan kapasitas produksi LNG 2,5 juta tahun ini memang cukup menjanjikan dan sayang jika dilepas.

Namun, investasi di blok tersebut nilainya juga tidak kecil apalagi masih dalam tahap eksplorasi alias belum menghasilkan apapun. “Kalau investasi ini kita alihkan pada blok produksi, dalam jangka panjang tambahan volume produksi ini nilainya akan sepadan dan bisa lebih besar,” jelasnya.

Perseroan akan mendivestasikan hak partisipasinya kepada dua pemegang hak partisipasi lainnya yang sudah ada di blok tersebut yaitu Inpex Masela dan Shell Upstream Over Services dengan bagian masing-masing sebanyak 5 persen.

Dengan divestasi ini, maka komposisi pemegang hak partisipasi di blok tersebut menjadi 65 persen untuk Inpex Masela Ltd yang sekaligus merupakan operator dan 35 persen untuk Shell Upstream Over Services.

Energi Mega Persada membeli hak partisipasi Blok Masela sebesar 10 persen dari Inpex Masela senilai US$ 100 juta. Apabila saham partisipasi tersebut dijual dengan harga terakhir sesuai dengan data CLSA Asia Pacific Market, yaitu harga pembelian saham partisipasi Shell kepada Inpex yang senilai US$ 870 juta pada 2011 lalu untuk 30 persen. Diperkirakan, nilai saham divestasi yang dilepas oleh Energi Mega Persada bisa mencapai hingga US$ 290 juta.

GUSTIDHA BUDIARTIE
Bakrie Pipe Industries akan akuisisi tiga pabrik
Oleh Dityasa H Forddanta – Rabu, 12 Juni 2013 | 17:20 WIB

kontan

JAKARTA. PT Bakrie Pipe Industrie (BPI) bakal gencar berekspansi tahun ini. Anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini berencana untuk mengakuisisi pabrik berdiameter spesial.

Dibilang pipa berdiameter spesial lantaran pipa ini tidak bisa digantikan dengan pipa jenis PVC. Adapun penggunaan pipa berdiameter 0,5-8 inchi ini nantinya digunakan untuk kebutuhan bangunan-bangunan pencakar langit dan industri energi.

Kendati masih merahasiakan detilnya, tapi Mas Wigrantoro, Chief Executive Officer (CEO) BPI, mengaku, saat ini pihaknya sedang mengincar tiga pabrik pipa baja. “Kami cari yang nilai akuisisinya US$ 10 juta-US$ 20 juta dan berlokasi di pulau Jawa,” imbuhnya, Rabu (12/6).

Dengan akuisi tersebut, manajemen berharap memproduksi pipa baja seberat 143.000 ton hingga akhir tahun nanti. Pada kuartal I 2013, BPI telah memproduksi hingga 93.000 ton. Target produksi itu sebenarnya sudah direvisi dari sebelumnya 113.000 ton.

“Kuartal pertama saja sudah segitu, makanya kami lakukan revisi target,” pungkas Wigrantoro.
JUM’AT, 07 JUNI 2013 | 19:19 WIB
Alasan Anak Usaha Bakrie Belum Laporkan Kinerja

TEMPO.CO, Jakarta – Otoritas Bursa Efek Indonesia pada Rabu, 5 Juni 2013, lalu melaporkan ada 20 emiten yang belum melaporkan laporan keuangan tahunan kepada otoritas hingga batas waktunya akhir Mei lalu.

Dua di antara emiten tersebut yakni anak usaha Grup Bakrie, PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP).

Sekretaris Perusahaan Bakrieland Kurniawati Budiman, dalam keterangan tertulisnya kepada BEI mengatakan, perseroan saat ini belum dapat mengeluarkan laporan keuangan tahunan 2012 maupun triwulan pertama 2013. Sebab, perseroan masih menunggu laporan keuangan dari Bakrie Toll Road yang sudah didivestasi pada tahun lalu.

Kurniawati menjelaskan, secara pencatatan, laporan buku Bakrie Toll Road hingga Oktober 2012 dikonsolidasikan ke laporan keuangan perseroan. “Namun dengan fakta bahwa secara de facto Bakrie Toll Road telah diambil alih kepemilikannya dan kepengurusan, hingga saat ini belum ada laporan keuangan tahunan maupun per 31 Oktober 2012,” ujarnya.

Dia berjanji akan segera melaporkan laporan keuangan kepada BEI setelah mendapatkan laporan dari Bakrie Toll Road. Meski begitu, Kurniawati tidak menyebutkan kapan pastinya perseroan akan mempublikasikan laporan tersebut.

Sebelumnya BEI memaparkan dari 20 perusahaan yang belum memberikan laporan keuangan, hanya satu emiten yang memberikan informasi kepada Bursa soal keterlambatan penyerahan laporan keuangan mereka, yaitu PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk.

Sedangkan sisanya tidak memberikan informasi apa pun, termasuk di antaranya perusahaan milik Bakrie, seperti Bakrie Sumatra Plantations dan Bakrieland.

Adapun sisa perusahaan yang belum memberi laporan keuangan 2012 antara lain PT Polychem Indonesia, PT Atlas Resources, PT Asia Natural Resources, PT Eksploitasi Energi Indonesia, PT Davomas Abadi.

RIRIN AGUSTIA
Bumi Plc endus keanehan di BRAU
Oleh Agustinus Beo Da Costa – Sabtu, 01 Juni 2013 | 06:10 WIB

Tkontan

JAKARTA. Bumi Plc, pemilik 84,7% PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) dan 29,2% saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Jumat (31/5), merilis laporan keuangan tahun 2012. Dalam rilis yang dikeluarkan Bumi Plc, entitas asal Inggris itu mengaku membukukan rugi bersih hingga US$ 2,32 miliar, jauh lebih besar dari kerugian tahun 2011 senilai US$ 337 juta.
Isi laporan keuangan itu kian seru, saat Bumi Plc menyimpulkan adanya penyimpangan keuangan atau financial irregilarities dengan jumlah signifikan pada laporan keuangan dan neraca BRAU. Hal ini terungkap dalam rilis kinerja oleh manajemen Bumi Plc kemarin dalam situs resminya.
Dalam rilis dijelaskan, seiring selesainya proses review pada Mei 2013, tim audit BRAU menyimpulkan ada dua pembayaran (payment) senilai US$ 152 juta di tahun 2012 dan US$ 49 juta di tahun 2011 yang tidak bisa dibuktikan secara jelas tujuan bisnisnya. Karena itu, dewan direksi Bumi Plc lantas menyatakan dua pengeluaran senilai US$ 152 juta di tahun 2012 sebagai pengeluaran lain-lain atau exceptional cost pada laporan keuangannya.
Pengeluaran sebesar US$ 152 juta itu oleh manajemen BRAU sebelumnya dilaporkan sebagai pengeluaran untuk hauling road (jalan tambang) dan konstruksi yang sedang berlangsung senilai US$ 79 juta. Selain itu, BRAU juga mencantumkan transaksi pembayaran tanah sebesar US$ 42 juta serta US$ 5 juta dicatatkan sebagai goodwill. Pengeluaran lainnya senilai US$ 24 juta juga dilaporkan sebagai biaya konsultasi tambahan yang kemudian direklasifikasikan sebagai biaya lain-lain.
Sedangkan, pengeluaran misterius pada tahun 2011 senilai US$ 49 juta, oleh manajemen BRAU, sebanyak US$ 45 juta dilaporkan sebagai reklasifikasi atas harga pokok penjualan (sale cost). Sedangkan, sekitar US$ 4 juta dicatatkan sebagai aset yang sedang dibangun. Sebenarnya masih ada US$ 20 juta sebagai pendapatan pajak tambahan yang kemudian dihapusbukukan (write off).
Padahal pada pertengahan April 2013 lalu, tim audit BRAU hanya mengungkap adanya pengeluaran tahun 2012 senilai US$ 56 juta bagi hauling road dan overburden removal yang tidak memiliki bukti transaksi kuat. Selain itu, masih ada pembayaran kompensasi tanah senilai US$ 38 juta yang tidak bisa divalidasi. Review tersebut juga mengidentifikasi adanya beban-beban yang tidak dimasukkan dalam neraca kas.
Sebagai tindak lanjut, Bumi Plc beserta manajemen baru BRAU di bawah komando Eko Santoso Budianto, akan melaporkan temuan ini kepada Litigation Comitte dan mengambil setiap langkah yang perlu terhadap mereka yang diduga bersalah dalam penyimpangan itu. “Bumi Plc dan Berau akan melakukan semua langkah dan cara yang perlu untuk mendapatkan kembali dan memulihkan semua pengeluaran yang tidak jelas dengan melibatkan badan-badan regulator yang terkait,” terang manajemen Bumi Plc dalam rilsinya.
Sekedar mengingatkan, Eko menduduki Presiden Direktur BRAU, setelah Rosan Perkasa Roeslani menyatakan mundur dari orang nomor satu di BRAU. Pengangkatan Eko disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BRAU, 7 Maret 2013.
Saat dikonfirmasi kemarin, juru bicara BRAU, Bintoro Prabowo mengatakan, kerugian yang muncul dalam laporan keuangan merupakan hasil proses reklasifikasi atas biaya-biaya yang tidak memiliki bukti-bukti memadai. BRAU telah mengklasifikasikan kembali biaya pengeluaran lain dan membebankan pada tahun berjalan.
Menanggapi kisruh ini, Nathaniel Rothschild (Nat Rothschld), yang juga menjadi pemegang saham Bumi Plc mengatakan, pengumuman tersebut merupakan bukti adanya ketidakjujuran yang terjadi akibat inkompetensi dan rasa puas diri. Dalam pernyataan tertulisnya kepada KONTAN, Nat Rothschild mengaku, sudah sejak bulan Desember 2012, ia mengingatkan Direksi Bumi Plc akan adanya penyalahgunaan jabatan yang mengerikan.
Bakrie jual 10% saham Blok Masela
Oleh Azis Husaini – Selasa, 28 Mei 2013 | 12:16 WIB

kontan

JAKARTA. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) hari ini (28/5) melaporkan telah menandatangani perjanjian untuk menjual 10% saham di Blok Masela PSC, proyek Lapangan Abadi, Maluku kepada Inpex Masela Ltd dan Shell Upstream Overseas Limited.

Seperti diketahui sebelumnya, hak kepemilikian Lapangan Abadi sebanyak 60% saham dikuasai Inpex Masela, perusahaan asal Jepang, yang juga bertindak sebagai operator. Selebihnya, sebanyak 30% dipegang oleh perusahaan asal Belanda, Shell Upstream Overseas SEvices Ltd, dan 10% saham dimiliki oleh EMP Energi Indonesia.

Cadangan gas di Lapangan Abadi diproyekasikan mencapai 6,05 triliun kaki kubik (TCF) dengan produksi kondensat mencapai 8.400 barel per hari (bph). Adapun kebutuhan investasi untuk untuk pengembangan blok Masela diperkirakan mencapai sekitar US$ 9-10 miliar.

Menurut keterangan tertulis di situs resmi ENRG, dana hasil penjualan tersebut bakal digunakan untuk mengurangi fasilitas pinjaman luar biasa dan akan digunakan untuk membiayai modal kerja dan belanja modal untuk meningkatkan produksi.
GRUP BAKRIE: Sumatera Plantations Rugi Bersih Rp1,068 triliun
Vega Aulia Pradipta – Jumat, 24 Mei 2013, 19:47 WIB

BISNIS.COM, JAKARTA-PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) mencatat rugi bersih tahun berjalan selama 2012 sebesar Rp1,068 triliun, anjlok dari 2011 yang masih mencatat laba bersih sebesar Rp746 miliar.

Keterangan resmi perseroan hari ini (24/5/2013) mengungkapkan dari sisi penjualan, penjualan netto mencapai Rp2,485 triliun, turun 31,84% dari 2011 sebesar Rp3,646 triliun.

Seiring dengan penurunan penjualan netto, beban pokok penjualan juga turun 21,54% dari Rp2,214 triliun menjadi Rp1,737 triliun. Perseroan berhasil menekan biaya operasional dari Rp535 miliar, turun 27,47% menjadi Rp388 miliar.

“Meski rugi bersih, tapi secara operasional perseroan masih mencatat keuntungan [operating profit] sebesar Rp361 miliar,” ujar Direktur Utama Bakrie Sumatera Plantations, Bambang Aria Wisena.

Dia menjelaskan rugi bersih tahun lalu lebih disebabkan oleh beban-beban yang sifatnya non-cash. Turunnya kinerja perseroan tahun lalu terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas sawit dan karet serta adanya gangguan logistik di sejumlah pelabuhan pada kuartal IV/2012.

“Tahun lalu bukan tahun yang ringan bagi industri perkebunan sawit dan karet, tidak terkecuali bagi perseroan,” ujarnya.

Meski demikian, perseroan optimistis harga komoditas akan membaik di masa mendatang. Menurutnya, industri perkebunan kelapa sawit dan karet akan tetap tumbuh seiring dengan meningkatnya permintaan global.
Saham Grup Bakrie kompak menguat
Oleh Yuwono Triatmodjo – Selasa, 21 Mei 2013 | 17:54 WIB

kontan

Hari ini (21/5) beberapa saham Grup Bakrie ditutup positif. Lonjakan paling besar dipimpin saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang berakhir di posisi Rp 760 per saham, alias naik 8,57% dari hari sebelumnya. Berikutnya disusul saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) yang menguat 4,35% menjadi Rp 360 per saham.
Selain itu, ada juga saham PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) yang berakhir di Rp 53 per saham, atau menanjak 3,92%. Posisi selanjutnya diisi saham PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) yang menguat 3,49% ke level Rp 89 per saham. Dan terakhir saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang naik 2,19% ke posisi Rp 140 per saham.
Khusus BUMI, volume perdagangan emiten gacoan Grup Bakrie itu hari ini diperdagangkan dengan volume 157,15 juta saham. Angka tersebut mencapai dua kali lipat dari rata-rata perdagangan dalam tiga bulan terakhir yang sebesar 96,10 juta saham. Hari ini, RHB OSK Securities Indonesia tercatat sebagai broker yang melakukan pembelian bersih saham BUMI terbesar, dengan nilai Rp 13,14 miliar.
Perusahaan Energi Bakrie Raup Laba Rp 142 Miliar, Naik 30%
Angga Aliya – detikfinance
Senin, 13/05/2013 11:01 WIB

Jakarta – PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) mencatat laba bersih US$ 15 juta (Rp 142,5 miliar) di akhir 2012, laba ini naik 30% dari periode yang sama tahun lalu US$ 11 juta (Rp 104 miliar).

Perseroan juga membukukan penjualan bersih dan EBITDA masing-masing sebesar US$ 654 juta dan US$ 342 juta. Menurut Direktur Utama ENRG Imam Agustino, peningkatan omzet dan laba itu didorong oleh kenaikan harga jual gas, dan peningkatan rata-rata produksi harian.

Ia menambahkan, kepemilikan perseroan di blok ONWJ PSC sebesar 18,73% telah memberikan tambahan produksi sebesar 12.400 barel ekuivalen per hari pada tahun 2012.

“Salah satu blok kami yaitu Kangean PSC juga memberikan kontribusi sebesar 10.400 barel ekuivalen per hari melalui lapangan gas Terang dalam tahun yang sama,” kata Imam dalam siaran pers, Senin (13/5/2013).

Dari Juli sampai Desember 2012 (semester 2 tahun 2012), blok Kangean PSC telah memproduksikan gas rata-rata sebesar 270 juta kaki kubik gas per hari (100% kepemilikan).

Blok tersebut dapat berproduksi sampai dengan maksimum kapasitas 300 juta kaki kubik gas per hari (100% kepemilikan). Kangean PSC dimiliki 50% oleh ENRG, 25% oleh Japex Co., Ltd. (Japan), dan 25% oleh Mitsubishi Corporation (Japan).

(ang/dnl)

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar